Connect with us

Opini Publik

Presisi Polisi di Era Kapolri Sigit: Dari Visi ke Aksi

Oleh : Arif Nurul Imam
(Analis Politik, Dewan Pakar The Hoegeng Institute)

Published

on

ilustrasi/dok. istimewa

Sahabat-polisi.or.id – Kepolisian Republik Indonesia di bawah Kapolri Jenderal Sigit Listiyanto melakukan sejumlah perbaikan. Semua ini tentu dalam rangka meningkatkan kinerja dan profesionalisme Polisi dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai pengayom dan pelindung masyarakat.

Di tengah proses perbaikan, nampaknya optimisme dan kepercayaan publik masyarakat pada kepolisian kian meningkat seiring dengan komitmen dan ketegasan Kapolri dalam merespon aneka persoalan yang dilakukan oknum Polisi yang melakukan perbuatan tercela dan tidak profesional dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya.

Aneka kritik publik yang dialamatkan kepada kepolisian, seperti publik melihat ketidakefektifan pelaporan kepada kepolisian secara langsung, ketidakramahan dan profesionalisme dalam bekerja, serta sejumlah kritik lainnnya nampaknya menjadi pelecut Kapolri untuk melakukan perbaikan secara sungguh-sungguh dan serius.

Kritik publik terhadap kinerja kepolisian kerap kita dengar sebagai mekanisme kontrol publik terhadap institusi kepolisian. Hal ini karena perilaku oknum polisi yang mencederai institusi juga masih marak yang berdampak pada kepercayaan publik terhadap korps bhayangkara tersebut.

Meski demikian, sejatinya ada banyak pula prestasi polisi dalam menjalankan peran dan fungsinya yang kerap luput dilihat oleh pubilk. Sebagai misal, adanya warganet yang mengkritik polisi agar bekerja layaknya satpam BCA yang ramah dan profesional merupakan sisi lain sebagian kecil wajah polisi. Namun disisi lain sejatinya, ada banyak polisi yang ramah dalam menjalankan fungsinya, seperti para Bhabinkamtibmas yang bertugas di desa-desa yang bisa menyatu, guyub dan membantu di tengah masyarakat kecil.

Presisi

Visi Presisi yang diusung Kapolri nampaknya bukan sekadar slogan atau pemanis semata. Konsep ini tertuang dalam makalah Kapolri yang berjudul Transformasi Polri yang Presisi. Presisi yang merupakan singkatan dari prediktif, responsibilitas, transparasi, dan berkeadilan membuat pelayanan dari kepolisian lebih terintegrasi, modern, mudah, dan cepat.

Konsep transformasi Polri yang ‘Presisi’ hadir melalui penekanan pada upaya pendekatan pemolisian yang prediktif diharapkan bisa membangun kejelasan dari setiap permasalahan keamanan dalam menciptakan keteraturan sosial di tengah masyarakat. Pendekatan semacam ini diharapkan bisa membuat pelayanan lebih terintegrasi, modern, mudah, dan cepat yang pada gilirannya dapat meningkatkan kinerja dan profesionalisme Kepolisian Republik Indonesia.

Untuk mewujudkan hal tersebut, Kapolri mengeluarkan telegram berupa Instruksi Kapolri yang tertuang dalam surat telegram bernomor ST/2162/X/HUK.2.8/2021 tertanggal 18 Oktober 2021 yang berisi 11 poin perintah, yakni:

1. Agar mengambil alih kasus kekerasan berlebihan yang terjadi serta memastikan penanganannya dilaksanakan secara prosedural, transparan dan berkeadilan.

2. Melakukan penegakan hukum secara tegas dan keras terhadap anggota Polri yang melakukan pelanggaran dalam kasus kekerasan berlebihan terhadap masyarakat.

3. Memerintahkan kepada Kabidhumas untuk memberikan informasi kepada masyarakat secara terbuka dan jelas tentang penanganan kasus kekerasan berlebihan yang terjadi.

4. Memberikan petunjuk dan arahan kepada anggota pada fungsi operasional khususnya yang berhadapan dengan masyarakat agar pada saat melaksanakan pengamanan atau tindakan kepolisian harus sesuai dengan kode etik profesi Polri dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

5. Memberikan penekanan agar dalam pelaksanaan tindakan upaya paksa harus memedomani SOP tentang urutan tindakan kepolisian sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuataan dalam Tindakan Kepolisian.

6. Memberikan penekanan agar dalam pelaksanaan kegiatan pengamanan dan tindakan kepolisian yang memiliki kerawanan sangat tinggi, harus didahului dengan latihan simulasi atau mekanisme tactical wall game untuk memastikan seluruh anggota yang terlibat dalam kegiatan memahami dan menguasai tindakan secara teknis, taktis dan strategi.

7. Memperkuat pengawasan, pengamanan dan pendampingan oleh fungsi profesi dan pengamanan, baik secara terbuka maupun tertutup pada saat pelaksanaan pengamanan unjuk rasa atau kegiatan upaya paksa yang memiliki kerawanan atau melibatkan massa.

8. Mengoptimalkan pencegahan dan pembinaan kepada anggota Polri dalam pelaksanaan tugasnya, tidak melakukan tindakan arogan kemudian sikap tidak simpatik, berkata-kata kasar, menganiaya, menyiksa dan tindakan kekerasan yang berlebihan.

9. Memerintahkan fungsi operasional khususnya yang berhadapan langsung dengan masyarakat untuk meningkatkan peran dan kemampuan para first line supervisor dalam melakukan kegiatan pengawasan melekat dan pengendalian kegiatan secara langsung di lapangan.

10. Memerintahkan para Direktur, Kapolres, Kasat dan Kapolsek untuk memperkuat pengawasan dan pengendalian dalam setiap penggunaan kekuatan dan tindakan kepolisian agar sesuai dengan SOP dan ketentuan yang berlaku.

11. Memberikan punishment/sanksi tegas terhadap anggota yang terbukti melanggar disiplin atau kode etik maupun pidana, khususnya yang berkaitan dengan tindakan kekerasan berlebihan serta terhadap atasan langsung yang tidak melakukan pengawasan dan pengendalian sesuai tanggung jawabnya.

Meski harus diakui masih ada kekurangan, namun visi Presisi ini mulai nampak hasilnya. Ini terlihat dari sejumlah kasus yang kemudian direspon Kapolri yang tidak ragu untuk menindak tegas para Kapolda, Kapolres, hingga Kapolsek apabila tidak mampu menjadi teladan bagi jajarannya adalah hal yang baik.

Sebagai contoh, berawal dari ucapan peribahasa “Ikan Busuk Mulai dari Kepala”, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melakukan langkah tegas dengan mencopot sebanyak tujuh pejabat di lingkungan Polri. Pencopotan tersebut dilakukan sebagai bentuk komitmennya melakukan pembenahan internal Polri.

Tantangan

Di tengah upaya perbaikan di tubuh Kepolisian Republik Indonesia, hampir pasti akan menemui aneka tantangan. Tantangan yang boleh jadi akan bisa terlewati atau malah boleh jadi menjadi ganjalan sehingga gagal mewujudkan visi. Paling tidak ada beberapa tantangan yang akan dihadapi dalam melwujudkan Presisi Polisi.

Pertama, kultur polisi yang harus dirubah. Kultur merupakan kebiasaan yang telah berlangsung lama, dan karena itu merubah kultur juga tidak bisa semudah membalikan telapak tangan. Pelekatan stigma terhadap kultur Polri oleh masyarakat masih terjadi, meskipun telah dilakukan reformasi struktural dan instrumental. Polri kerap memperdebatkan bahwa bukan kultur organisasinya yang tidak baik, melainkan ada sebagian aktor Polri yang memiliki perilaku bertentangan dengan nilai, norma, dan simbolisasi normatif kultur Polri (Tri Brata dan Catur Prasetya). 

Oleh karena itu, direkomendasikan perubahan kultur Polri harus dimulai dari lembaga pendidikan dan satuan kewilayahan secara bersamaan melalui proses hegemoni untuk menanamkan gagasan dan tindakan yang sesuai dengan nilai, norma, dan simbolisasi normatif kultur Polri (Barito Mulyo Ratmono, 2013).

Kedua, potensi konflik kepentingan di internal polisi. Konflik kepentingan ini bisa muncul karena banyak fakor, misalnya persaingan karir, baik terbuka maupun terselubung. Potensi konflik demikian, memang alamiah dalam setiap entitas organisasi, namun perlu dikelola agar tidak menghambat visi institusi. Artinya, Kapolri perlu mengelola segenap potensi konflik kepentingan tersebut agar bisa jadi energi untuk menguatkan dan mewujudkan visi institusi Kepolisian.

Ketiga, dukungan publik. Sebagai institusi pelayan publik, dukungan publik juga mutlak diperlukan. Dukungan publik yang kuat maka institusi polisi akan mudah dalam menjalankan agenda, peran dan fungsinya. Menciptakan masyarakat yang peduli terhadap kinerja polisi juga akan mempercepat laju perbaikan institusi Kepolisian.

Penutupan

Di tengah visi menciptakan Kepolisian profesional, maka  melakukan aksi dengan  komitmen dan sikap tegas Kapolri menjadi oase yang menumbuhkan optimisme bagi perbaikan institusi Korps Bhayangkara. Ada banyak persoalan dan tantangan, namun jika komitmen dan visi bisa diterjemahkan secara operasional maka mewujudkan Kepolisian profesional bukan sekadar isapan jempol belaka. Wallohualambishowab.

Official Social Media - Sahabat Polisi Indonesia
Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *